Jangan berjalan di depan ku; Aku mungkin tidak mengikuti...Jangan berjalan di belakang ku; Aku mungkin tidak memimpin...Berjalanlah disampingku dan jadilah teman ku.,,,

1 Mar 2010

"Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY" buku favorit Ku yang kedua..

pernah baca dan lihat kan di Facebook aku di bagian informasi mengenai buku favoritku, !!!!yah itu dia akan aku bahas di blog ini...
nah,,kini aku mau nyampein lagi nih buku favoritKu yang kedua,,,kebetulan buku ini mengisahkan seorang tokoh yang menurut aku adalah sosok karismatik dan Beliau juga termasuk dalam salah satu tokoh iDola saya..yach dia adlah bapak Susilo Bambang Yudhoyono...Presiden RI,,awal mmbaca buku ini,pertama kali aku baca di Library Akademi Teknik Sorowako ( ATS ) ..sampe-sampe pekerjaanku akuhentukan sebentar hanya unutk membaca buku ini,,,dahsyat sekali loh...nih dia buku itu

Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY
Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY
Buku karangan Dino Patti Djalal ini secara umum menggambarkan segi – segi positif dari kepemimpinan SBY selama beliau menjadi presiden. Dino berusaha memaparkan kehidupan sehari – hari dan situasi di kala SBY mengatasi masalah selama masa kepresidennnya. Terlepas dari isu yang menyindir buku ini sebagai bagian dari kampanye SBY menjelang pilpres, atau sebagai upaya untuk meningkatkan pamor SBY di kalangan masyarakat terdidik, saya menganggap buku ini bisa menjadi sarana pembelajaran bagi para generasi muda sekarang yang ingin menjadi pemimpin bangsa pada masa yang akan datang.
Dino menjelaskan karakteristik – karakteristik positif SBY selama memimpin dengan memberikan contoh nyata perbuatan SBY di lapangan dari setiap nilai yang coba dia uraikan. Contoh nyata bisa merupakan bukti terkuat untuk mendukung pernyataannya.
Penulis berusaha memaparkan bagaimana pola hidup SBY dan pelajaran – pelajaran yang bisa dipetik dari sikap kepemimpinan beliau. Untuk mempermudah analisa, penulis membagi buku ini menjadi enam kategori.
Kategori pertama berjudul “Memimpin dalam Krisis” yang sesuai dengan judulnya menjelaskan bagaimana sikap SBY dalam menghadapi krisis – krisis yang melanda negeri ini. Buku ini diawali dengan ulasan tentang bencana terbesar yang melanda bangsa ini di era modern, tsunami di Aceh satu hari setelah Natal 2004.
Dino berusaha menunjukkan bahwa SBY merupakan seorang pemimpin yang selalu berada di garda terdepan dalam keadaan krisis. Berikutnya SBY, di tengah – tengah kesibukannya mengatur Negara, mampu secara real-time menyelesaikan kasus penculikan 2 wartawan Metro TV di Irak, Meutya Hafid dan Budianto. Sebagai seorang pemimpin, SBY dinilai mampu mengubah krisis menjadi peluang. Bencana tsunami di Aceh tahun 2004 mampu beliau gunakan untuk meredam GAM dan akhirnya tercapai kesepakatan damai. Di tengah krisis pangan tahun 2008, SBY justru mampu memantapkan ketahanan pangan nasional.
Pemimpin juga dituntut untuk mampu berfikir “out of the box” atau kreatif dalam kata yang lebih singkat. SBY juga menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus berani menanggung resiko. Keputusannya untuk membuka kembali diskusi dengan GAM pada tahun 2005 serta keputusannya untuk menaikkan BBM selama dua kali dalam masa pemerintahannya merupakan keputusan yang sangat penuh resiko. Keikutsertaan SBY secara pribadi dalam menangani kasus penculikan Raisya 2 hari sebelum HUT RI tahun 2007 digambarkan sebagai langkah tepat SBY yang sudah semestinya ‘do the right thing’.
Bagian kedua dari buku ini mengulas kemampuan SBY dalam memimpin selama proses perubahan. SBY telah mampu secara signifikan menginisiasi percepatan birokrasi di tanah air. Berbagai indikator positif pun menjadi bukti. Sukses dalam melakakukan transformasi diri dalam memegang peran selama sebelm dan menjabat sebagai presiden menjadi point berikutnya dari kisah teladan SBY. Penolakan MPR untuk memberkan kesempatan SBY untuk berpidato di hari pelantkannya, menunjukkan bahwa SBY mampu melakukan improvisasi dengan menaati peraturan, tidak menyampaikan pidato di gedung MPR, namun langsung seketika beliau tiba di istana Negara. Sebagai presiden, SBY pantang menghina pendahulu – pendahulunya.
SBY mengakui bahwa setiap orang memiliki karakter unik dan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing. SBY selalu mengakui kebaikan pendahulunya namun pantang baginya menjelek – jelekkan salah satu dari mereka. Presiden pun harus peduli dengan bawahannya. Ini SBY buktikan dengan menaikkan gaji berbagai kalangan pegawai level bawah. Meskipun terus diiringi berbagai rasa pesimis dalam pemerintahannya, SBY tetap memancarkan rasa optimis beliau.Dalam hal penanggulangan pemanasan global, SBY tetap optimis menggalakkan usahanya untuk mengatasi masalah bumi walaupun lawan politiknya terus mencaci belaiu. Sebagai seorang pemimpin, SBY pun mampu menunjukkan kemampuan untuk berfikir rasional, taat pada sistem dan aturan, serta mampu mencari penyelesaian dari masalah.
Dalam ‘Memimpin Rakyat dalam Menhadapi Tantangan’, Dino menunjukkan teladan dari SBY dalam situasi yang penuh tantangan dan bagaimana mengatasinya. Sikap SBY yang peduli dengan rakyat dan mau melayani rakyat dengan keikhlasan mengawai bagian ke-tiga buku ini. SBY pun memiliki cara khusus untuk tetap menjaga kepercayaan rakyat, yaitu dengan menunjukkan keberpihakannya pada rakyat dan dengan mempertahankan reputasinya ketika dilanda masalah. Dalam memimpin, SBY paham bahwa dia tidak boleh sesumbar dan dengan leluasa mengumbar janji.
Dalam kondisi politik yang bergejolak pun SBY tetap mampu mempertahankan warna politiknya. SBY juga dinilai Dino sebagai seorang presiden yang memiliki akhlak dan moralitas dalam memimpin. Masalah dan tantangan memang bagian dari kehidupan manusia, ketika menghadapinya pun SBY harus kuat. Dia telah membuktikan mampu untuk melawan fitnah dan mampu mengakui kekalahan dalam percaturan dunia politik.
Dalam memimpin tim untuk membuat keputusan, Dino menilai SBY sebagai seorang pemimpin yang cakap karena berbagai kemampuannya yang menunjang bidang ini. SBY mampu memilih anggota timnya secara mandiri, tanpa intervensi pihak lain. SBY pun memahami pentingnya factor ‘timing’ dalam menentukan keputusan. Misalnya, ketika Pak Suharto sedang dirawat di rumah sakit, SBY dengan santun menolak tawaran PM Malaysia untuk menyanyi ketika jamuan makan malam, karena SBY harus peka pada masalah ini.
Budaya korporat yang telah mendarah daging di lingkaran kepemimpinan pusat pun bisa beliau atasi. Sebagai presiden yang super sibuk dan harus mengambil keputusan di manapun beliau berada tanpa ada toleransi keadaan, beliau harus mampu mengambil keputusan sambil berlari. Pola piker dan paradigm presiden yang “harus bisa!” dalam melaksanakan sesuatu, beliau tidak mentolerir alasan yang mengada – ada dan menginspirasi setiap bawahannya untuk ‘harus bisa’ dalam melaksanakan sesuatu karena beliau yakin pola pikir lah yang akan menentukan keberhasilan.
SBY sangat teliti terhadap setiap detail yang beliau hadapi dalam berpidato, beliau hampir selalu mengecek setiap teks pidato yang Dino dan rekan – rekannya tulis, untuk memastikan semuanya sesuai visi beliau. SBY mampu menjaga jarak dengan setiap bawahannya, untuk tidak terlalu dekat atau terlalu jauh, karena beliau yakin bahwa beliau harus berlaku objective.
SBY, menurut Dino, telah mampu meningkatkan peran Indonesia di kancah politik global. Indonesia tidak lagi dianggap sebagai negara yang cuek terhadap kondisi global. Sikap beliau yang mampu bersikap internasionalis menguatkan sikap nasionalis beliau. SBY tidak lagi merasa inferior dalam percaturan politik global, tapi sudah merasa sejajar dengan bangsa yang lain, sehingga kerjasama pun dilakukan atas dasar kesetaraan derajat.
Dalam dunia internasional, SBY menyadari bahwa seorang pemimpin harus percaya diri terhadap setiap keputusannya. Dalam berdiplomas, SBY pun telah mampu menggunakan political capital secara cerdas. Kemampuan beliau dalam membuka dead-lock selama konferensi global warning di Bali sehingga tebentuklah Bali Roadmap menjadi salah satu bukti sukses pemerintahan beliau. SBY pun dinilai Dino sebagai sosok yang mampu menggagas ide dan mengaplikasikan ide itu dalam inovasi – inovasi nyata.
Terakhir, sikap SBY untuk mampu memimpin diri sendiri dijadikan Dino sebagai penutup dalam buku ini. SBY sangat menhargai waktu, dan selalu berusaha datang 15 menit sebelum waktu kesepakatan perjanjian. Salah satu contoh konkret yang sangat meningkatkan citra Indonesia adalah ketika sidang mengikuti sidan OKI di Senegal tahun 2008. Sesuai jadwal acara harus dimulai jam 9.00 pagi, namun pada saat itu, hanya SBY yang telah duduk di ruangan. Beliau harus menunggu pemimpin – pemimpin lainnya yang baru datang secara lengkap setelah satu setengah jam menunggu.
SBY pun meyakini bahwa beliau harus mampu menjadi dirinya sendiri, tidak usah ikut – ikutan orang lain. Salah satunya adalah kecintaan beliau akan musik dan menyanyi yang menjadi ciri khas beliau. Dua sikap terakhir yang dimiliki SBY adalah kemampuannya untuk tidak mendewakan kekuasaan dan mentalnya yang tangguh.
Terlepas dari berbagai kontroversi alasan politik di balik penerbitan buku ini, “Harus Bisa!” bisa menjadi referens para pemimpin muda seperti kita dalam melatih jiwa kepemimpinan kita. Karakteristik – karakteristika SBY yang diungkapkan Dino dalam buku ini harus kita pelajari dan terapkan untuk meningkatkan kemampuan leadership kita.
Kami Asli Blogger Indonesia